Selasa, 06 Agustus 2019

Konstruksi Industri Tambang
(Kelompok 4/4TA02)

Akbar Febriansyah
Christian Marchel
Dien Fikry
Yassir Fathurrahman




UU Penyelenggaraan Terkait Pekerjaan Pembangunan

  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Peraturan yang Berlaku

  • Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang
  • Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota 
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2013 tentang Tata Cara Lelang wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturandan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Peiatihan Kerja Nasional
  •  Keputusan Presiden Nomor 187lM Tahun 2004 tanggal 20 Oktober2004 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 77lP Tahun 2007 tanggal  28 Agustus2007
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030Tahun 2005 tanggal  20 Juli 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departernen Energ~ dan Sumber Daya   Mineral
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 006Tahun 2007 tanggal 26 Juli 2007 tentang Pedoman TeknisPenerapan Kompetensi Profesi Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.211MEN1X12007 tanggai  25 Oktober 2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Sistem Keselamatan pada Pekerjaan Konstruksi Industri Tambang

     Adapun sistem keselamatan yang digunakan pada pekerjaan konstruksi industri tambang, diantaranya:
  • Fall arrest system
  • Full harnes 
  • Alat pemadam api ringan 
  • Alat pelindung diri 
     Adapun peralatan & perlengkapan komunikasi
  • Radio 
  • Telepon 
  • Tanda-tanda dan rambu-rambu
  • Selebaran dan slogan keselamatan kerja

Pihak yang berfungsi sebagai Forensic Engineer

  • Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
  • Kepala PPSDM GEOMINERBA
  • Kepala BNSP 
  • Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
  • Kasubdit Standardisasi Ditjen Mineral dan Batubara 
  • Kasie Penerapan Standard
  • Kasubdit Keselamatan Mineral dan Batubara

Kasus : Runtuhnya Terowongan di Tambang Freeport (15/5/2013)

  • kejadian runtuhan batuan (roofing collapsed) yang menimbun ruang kelas    di Big Gossan, Level 3020 Runtuhnya batuan terjadi ketika sedang dilakukan pelatihan penyegaran tahunan tambang bawah tanah yang  diikuti oleh 40  pekerja tambang
  • Adapun dimensi ruang kelas berukuran 5 x 10 meter yang telah dibangun    sejak 15 tahun yang lalu, dan telah digunakan sejak tahun 2000, berlokasi    jauh dari area produksi.
  • Volume material longsoran diperkirakan 4 x 6 x 8 meter (192 meter kubik)   yang menimbun 80 persen ruang kelas (4 x 10 meter).
  • Pada pukul 21.30 WIT, tim penyelamat PTFI telah mengevakuasi 6 karyawan  yang terperangkap di sebuah bagian terowongan yang runtuh di fasilitas     pelatihan tambang bawah tanah. 4 Orang selamat dan 2 orang meninggal   dunia.

Hasil Evaluasi dan Rekomendasi dari Tim Forensic Engineer

a. Hasil Evaluasi

  • Banyak penyebab terjadinya insiden ini dari mulai faktor alam,kesalahan manusia dan lain – lainya. 
  • Faktor alam mungkin adalah salah satu faktor yang dapat menyebapkan insiden   ini terjadi, pergerakan tanah yang begitu cepat memungkinkan tanah menjadi longsor dan hal ini dapat menyebabkan longsor.
  • Pergerakan tanah sebenarnya dapat di deteksi secara dini dengan menggunakan metode slope monitoring karna slope monitoring dapat mendeteksi setiap pergerakan tanah,dengan memanfaatkan alat GPS Monitoring,  data – data tentang pergerakan tanah dapat cepat didapat, sehingga peringatan akan terjadinya tanah longsor dapat cepat dikeluarkan.
  • Slope monitoring   sendiri termasuk dalam monitoring online dengan sistem monitoring online berbagai kemudahan dapat didapatkan.

b. Rekomendasi
  • New Austrian Tunneling Methode adalah suatu sistem pembuatan tunnel dengan menggunakan shotcrete (beton yang disemprotkan dengan tekanan tinggi) dan rock bolt sebagai penyangga sementara tunnel, sebelum diberi lapisan concrete (lining concrete). Sebelum ditemukannya metode NATM in,digunakan kayu dan rangka baja sebagai konstruksi penyangga sementara. 
  • Kelemahan dari konstruksi kayu ini menurut Prof. LV. Rabcewicz dalam bukunya NATM adalah kayu khususnya dalam keadaan lembab akan sangat mudah mengalami keruntuhan, meskipun baja mempunyai sifat fisik yang lebih baik, efisiensi busur kerja baja sangat tergantung dari kualitas pengganjalan (kontak baja dengan batuan), sementara diketahui bahwa akibat meregangnya batuan pada waktu penggalian seringkali menyebabkan terjadinya penurunan bagian atas terowongan.

 Pengaruh Tekanan Akibat Stress Rearrangement

Menurut Prof.LV.Rabcewicz, apabila sebuah rongga digali maka pola distribusi tegangan akan berubah. Pada suatu saat, suatu tatanan tegangan yang baru akan terjadi disekitar rongga dan kesimbangan akan tercapai dengan atau tanpa bantuan suatu lapisan (tergantung dari kekuatan geser batuan, terlampaui atau tidak).

Shotcrete sebagai Penyangga Sementara pada Tunnel Excavation

Tunnel excavation dapat dibagi menjadi beberapa bagian pekerjaan:
  • Pekerjaan persiapan/ surveying
  • Drilling
  • Charging
  • Blasting
  • Ventilating
  • Muching
  • Scalling
  • Shotcreting
  • Rock bolting, dll.
   Shotcreting adalah pekerjaan yang dilaksanakan segera setelah scalling. Tujuan dilakukan shotcreting adalah Sebagai konstruksi penyangga sementara tunnel sebelum di lining concrete (temporary support Untuk mencegah loosening Mentransformasi batu yang kurang bagus/keras menjadi batu keras Melindungi terhadap   kerapuhan batuan akibat perubahan suhu/cuacaSuatu konstruksi penyangga sementara yang direncanakan untuk mencegah lepasan  (loosening) haruslah dapat memikul beban yang relatif besar dalam tempo yang relatif singkat, cukup kaku dan tidak runtuh.

   Menurut pengamatan, suatau lapisan shotcrete setebal 15 cm yang digunakan pada terowongan berdiameter 10 meter dapat dengan aman menahan beban sampai 45ton/m2, sedangkan apabila digunakan baja tipe WF-200 yang dipasang pada jarak 1m, hanya mampu menahan ± 65 % dari kekuatan shotcrete tersebut.

   Kelebihan lain dari shotcrete adalah interaksinya dengan batuan sekeliling. Suatu lapisan shotcrete yang “ditembakkan” pada permukaan batuan yang baru saja digali akan membentuk permukaan yang keras, serta batuan yang kurang keras ditransformasikan menjadi suatau permukaan yang stabil dan keras.

  Shotcrete menyerap tegangan –tegangan tangensial yang terjadi dan berharga maksimum dipermukaan terowongan setelah proses  penggalian. Dalam hal ini tegangan tarik akibat lentiur mengecil dan   tegangan tekan diserap oleh batuan sekeliling. Kemampuan shotcrete memperoleh kekuatananya dalam tempo yang singkat sangat menguntungkan, terutama karena kekuatan tarik lenturnya akan mencapai kira-kira 30%- 50% dari compressive strength setelah 1-2 hari.





Posted on 20.58 by Teknik

No comments

Rabu, 16 Januari 2019

Studi Respon Seismik Penggunaan Steel Slit Damper (SSD) pada Portal Baja 



Salam sejahtera bagi kita semua, sebelum kita membahas penggunaan Steel Slit Damper pada Portal Baja sebelumnya kita harus mengetahui garis besar yang disebabkan oleh gempa :

"ketika gelombang yang timbul akibat pergerakan lempeng (gempa bumi) mencapai permukaan bumi, getarannya bisa merusak atau tidak tergantung pada kekuatan sumber dan jarak fokus, mutu tanah dimana bangunan berdiri, serta mutu bangunan"

Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan teknologi kontrol pada struktur. Kontrol pada struktur dibagi menjadi dua jenis berdasarkan perlu tidaknya energi untuk menghasilkan gaya kontrol, yaitu kontrol aktif dan kontrol pasif. 

Kontrol aktif memerlukan arus listrik untuk operasi alat dan menghasilkan gaya kontrol, Sedangkan kontrol pasif menggunakan energi potensial yang dibangkit kan oleh respon struktur untuk menghasilkan gaya kontrol. 

Salah satu alat kontrol pasif pada struktur yang berdasarkan penggunaan material bercelah untuk mengurangi getas adalah Steel Slit Damper (Peredam Celah). Steel Slit Damper (SSD) adalah salah satu jenis peredam yang dibuat dari sejumlah pelat baja lunak berbentuk segi-4 yang dimodelkan sebagai pegas-pegas yang disusun secara seri. Energi akibat gempa disalurkan melalui strip-strip damper yang mudah meleleh ketika perangkat mengalami deformasi inelastis siklik. SSD mendisipasi energi melalui pembentukan sendi plastis atau pelelehan pelat damper.  


Adapun dilakukan dalam hal ini antara portal baja dengan portal Steel Silt Damper, portal inverted-V dan portal Konvensional.




Hasil analisa menunjukan bahwa gaya geser, normal dan momen yang dihasilkan dengan portal SSD lebih kecil dibandingkan dengan portal konvensional namun masih lebih besar dari portal inverted-V.
bukan hanya itu SSD dapat memperkecil simpangan dan juga memiliki daktilitas lebih tinggi dibandingkan portal inverted-V dan portal Konvensional tentu saja metode ini mempunyai kelebihan yang sangat signifikan untuk mengurangi dampak dari beban gempa.

Untuk mengetahui videonya :



Yassir Fathurrahman
17315226/4TA02
Dosen pengajar : I Kadek Bagus Wadana Putra

Sumber   : https://media.neliti.com/media/publications/142174-ID-studi-respon-seismik-penggunaan-steel-sl.pdf

Kunjungi



Posted on 01.58 by Teknik

No comments

Minggu, 06 Januari 2019




Tugas 12

ASPEK PENATAAN RUANG & PERIJINAN MELAKSANAKAN PROYEK PEMBANGUNAN


KONSEP DASAR PENATAAN RUANG
Penataan ruang secara umum merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam pengertian ini sebenarnya terkandung terminologi mengenai ruang, tata ruang, rencana tata ruang, yang akan menjadi dasar dalam penataan ruang. Berdasarkan UURI No. 26/2007 tentang penataan ruang pengertian tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Ruang adalah: wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya;
2.      Tata ruang adalah: wujud struktur ruang dan pola ruang;
3.      Rencana tata ruang adalah: hasil perencanaan tata ruang.
Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya (Anonimus, 2007). Kebutuhan suatu penataan ruang pada berbagai tingkat wilayah pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari semakin banyaknya permasalahan pembangunan, antara lain dalam bentuk konflik kepentingan dalam pemanfaatan yang menuntut penyelesaian dari segi tata ruang(spatial). Disamping itu juga semakin disadari bahwa pembangunan yang terarah lokasinya diharapkan akan memberikan hasil yang lebih besar bagi wilayah secara keseluruhan. Perkembangan pesat berbagai sektor pembangunan perlu diakomodasi dalam ruang, berbagai konflik pemanfaatan ruang yang terjadi seringkali dijadikan indikasi semakin diperlukannya penataan ruang sebagai suatu proses atau kegiatan yang terpadu, sejak perencanaan, pelaksanaan, sampai pengendaliannya, dalam konteks ini tentu saja penataan ruang yang dimaksud dilakukan secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan penggunaan ruang yang meningkat terus dari waktu ke waktu dengan cara optimum, berdaya guna, serasi dan berkelanjutan (Su Ritohardoyo, 2003).

WEWENANG PENGELOLA DALAM PERENCANAAN KOTA
yang dimaksud dengan wewenang? bagaimana cara memperoleh wewenang?
Menurut Prajudi Atmosudirjo membedakan pengertian-pengertian kewenangan dan wewenang. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik, misalnya wewenang menandatangani surat-surat izin seorang pejabat atas nama menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan menteri.
Cara memperoleh wewenang ada beberapa cara sebagaimana dikemukakan Philipus M. Hadjon, Terdapat dua cara utama untuk memperoleh wewenang Pemerintahan, yaitu atribusi dan delegasi. Kadang-kadang juga mandat, ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang.
Selanjutnya, berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Kemudian Pasal 1 angka 2, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Selanjutnya, Pasal 1 angka 5 penataan ruang adalah suatu system proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dan dalam Pasal 1 angka 6, Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
Adapun yang menjadi wewenang Pemerintah Daerah Provinsi dalam penataan ruang terdapat dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terdapat dalam Pasal 10, yang berbunyi:
1.      Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a.     Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.
b.    Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi
c.     Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan
d.    Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.
2.      Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a.       Perencanaan tata ruang wilayah provinsi
b.      Pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan
c.       Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi
3.      Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan:
a.       Penetapan kawasan strategis provinsi
b.      Perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;
c.       Pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d.      Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi
e.       Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.
4.      Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
5.      Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
2) arahan peraturan zonasi untuk system provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
6.      Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standard pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai de dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


sumber:
http://www.penataanruang.com/tugas-dan-wewenang.html

Posted on 05.02 by Teknik

No comments




Tugas 11

ASPEK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN


Definisi Agraria?
Kerangka kajian agraria dimaksudkan di sini adalah acuan konsepsional untuk kajian atau penelitian empiris tentang masalahmasalah agraria. Gunanya adalah sebagai sumber hipotesa-hipotesa pengarah (guiding hypotheses) bagi kajian agraria itu sendiri. Karena itu, kerangka kajian yang hendak dikemukakan di sini bersifat dinamis, dalam arti dapat berubah atau berkembang mengikuti arah yang ditunjukkan temuan-temuan empiris di lapangan.

Konsep struktur agraria.
Diskusi tentang kerangka kajian agraria harus dimulai dari konsep inti didalamnya yaitu konsep “agraria” itu sendiri. Di Indonesia, konsep “agraria” kini tergolong sebagai konsep yang populer, dalam arti “dikenal benar oleh banyak orang tetapi hanya dimengerti benar oleh sedikit orang”. Dalam khasanah pengetahuan umum, pengertian konsep agraria itu telah direduksi sebagai “pertanian” (agriculture), atau bahkan lebih sempit lagi hanya sebatas “tanah pertanian” (land).

Posted on 05.00 by Teknik

No comments



Tugas 10

ASPEK PERSEROAN, PERBANKAN, PERASURANSIAN & PERPAJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI


Definisi aspek perseroan?
Perseroan terbatas atau biasa dikenal dengan istilah PT adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham yang pemiliknya memilki bagian sebanyak saham yang dimilkinya, karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Perseroan terbatas pada zaman dahulu dikenal dengan sebutan Naamloze Vennootschaap (NV) atau Corporate Limited, serikat dagang benhard (SDN BHD).
            Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu bentuk usaha yang diakui di Indonesia. Keberadaannya menjadi penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia, sehingga pemerintah pun mengeluarkan undang-undang yang khusus mengenai PT.
            Organ PT berarti organisasi yang menyelenggarakan perusahaan (PT) yang pada dasarnya terdiri dari RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing organ memiliki fungsi dan perannya sendiri-sendiri. Secara sederhana, struktur organ PT dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan atau anggaran dasar.
2.      Direksi perseroan
Direksi adalah organ perseroan yang wewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar persidangan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
      3.   Dewan Komisaris Perseroan
Adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.          

Perbankan.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas  dapat disimpulkan bahwa bank adalah usaha yang berbentuk lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana (surplus of fund) dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana (lack of fund), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya untuk motif  profit juga sosial demi meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Apasih fungsi dari perbankan?
Menurut Budisantoso (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trustagent of development, dan agent of services.
a. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut , dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
b. Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

c. Agent of Service
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.


Perpajakan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Pajak penghasilan jasa konstruksi atau PPh jasa konstruksi adalah pajak penghasilan yang dikenakan pada usaha yang bergerak di bidang konstruksi.  

1. Dasar hukum

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008, pada pasal 4 ayat 2 tertera bahwa penghasilan berupa usaha jasa konstruksi dikenakan tarif final.
Oleh karena itu, perlu perlakuan berbeda dalam pengenaan pajaknya. Kemudian, pemerintah menerbitkan PP No. 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Peraturan inilah yang menjadi dasar hukum pemberlakuan pajak penghasilan jasa konstruksi.

2. Pengertian jasa konstruksi

Jasa konstruksi mencakup seluruh pekerjaan yang berlangsung dari tahap awal hingga tahap akhir suatu bangunan tuntas dikerjakan. Maka, pajaknya dapat dikenakan mulai dari tahap konsultasi, persiapan pembangunan, pembangunan, dan penyelesaian tahap akhir bangunan tersebut. Dalam jasa konstruksi, ada beberapa istilah yang perlu Anda ketahui dengan cermat.

2. Tarif

Pengenaan tarif PPh jasa konstruksi kepada wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang memperoleh pendapatan dari jasa konstruksi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang memiliki klasifikasi usaha dan yang tidak memiliki klasifikasi usaha.


4. Tata cara pemotongan

Ada dua hal yang perlu Anda perhatikan terkait tata cara pemotongan PPhPertama, jika pengguna jasa merupakan instansi/badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, maka PPh akan dipotong oleh pengguna jasa ketika pembayaran uang muka dan termin dilakukan. Hal berbeda terjadi jika pengguna jasa tidak termasuk dalam kelompok pertama tadi, maka PPh tersebut harus disetor langsung oleh penerima penghasilan tersebut ketika pembayaran uang muka dan termin dilakukan. Dengan kata lain, penyedia jasa langsung membayarkannya lewat kantor pajak, sementara pengguna jasa akan memperoleh surat pemberitahuan pemotongan PPh tersebut.  

5. Tata Cara Pembayaran

Untuk tata cara pembayaran PPh jasa konstruksijika PPh terutang lewat pemotongan dari pengguna jasa, maka penyetoran pajak dibayarkan ke bank persepsi atau kantor pos. Tenggat waktu pembayaran ini adalah tanggal 10 bulan berikutnya sesudah akhir masa pajak. Jika PPh terutang dibayarkan oleh penyedia jasa, maka penyetoran dilakukan ke tempat yang sama selambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya sesudah masa pajak berakhir. Kemudian, wajib pajak diharuskan untuk memberitahukan laporan pemotongan dan/atau penyetoran pajak tersebut melalui surat pemberitahuan masa ke KPP atau KP2KP, selambatnya 20 hari sesudah masa pajak berakhir.

sumber:
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-jasa-konstruksi
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Leaflet%20Jasa%20Konstruksi.pdf

Posted on 04.58 by Teknik

No comments





Tugas 6

Tinjauan Tentang UUJK NO. 18/1999

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jasa konstruksi  merupakan  salah  satu  kegiatan  dalam  bidang  ekonomi,  sosial,  dan  budaya  yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Berbagai  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku  belum berorientasi  baik  kepada  kepentingan pengembangan  jasa konstruksi  sesuai dengan karakteristiknya,  yang mengakibatkan  kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf diperlukan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi.
1.    Ketentuan Umum Ketentuan umum dalam UUJK NO. 18/1999 pasal 1 adalah sebagai berikut:
a. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi;
b. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta  pengawasan  yang  mencakup pekerjaan arsitektural,  sipil,  mekanikal,  elektrikal,  dan  tata  lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya. untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
c. Pengguna  jasa adalah  orang  perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
d.  Penyedia  jasa  adalah  orang  perseorangan  atau  badan  ,yang   kegiatan  usahanya menyediakan  layanan  jasa konstruksi;
e.   Kontrak kerja konstruksi adalah ke seluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
f. Kegagalan  bangunan  adalah  keadaan  bangunan.  yang setelah  diserahterimakan oleh penyedia  jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan  yang tercantum  dalam  kontrak  kerja  konstruksi  atau  pemanfaatannya  yang  menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa;
g.  Forum  jasa  konstniksi  adalah  sarana  komunikasi  dan  konsultasi  antara masyarakat  jasa  konstruksi  dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri;
h.  Registrasi  adalah  suatu  kegiatan  untuk  menentukan  kompetensi  profesi  keahlian dan keterampilan  tertentu, orang  perseorangan  dan badan;  usaha  untuk  menentukan izin usaha  sesuai  klasifikasi  dan kualifikasi  yang diwujudkan dalam sertifikat;
i.   Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha. yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain;
j.   Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan  atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional   di  bidang   pelaksanaan   jasa  konstruksi  yang   mampu menyelenggarakan   kegiatannya   untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain;
k.  Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional  di bidang  pengawasan  jasa konstruksi  yang mampu  melaksanakan  pekerjaan  pengawasan  sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

2.          Asas dan Tujuan
Pengaturan  jasa konstruksi pada pasal 2 UUJK 18/1999 adalah  berlandaskan  pada asas  kejujuran  dan keadilan,  manfaat,  keserasian,  keseimbangan, kemandirian, keterbukaan,  kemitraan,  keamanan  dan  keselamatan  demi kepentingan  masyarakat, bangsa,  dan negara. Pengaturan jasa konstruksi pasal 3 UUJK 18/1999 bertujuan untuk :
a. memberikan  arah pertumbuhan  dan perkembangan  jasa konstruksi  untuk  mewujudkan  struktur  usaha  yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;
b.  mewujudkan   tertib   penyelenggaraan   pekerjaan   konstruksi   yang  menjamin  kesetaraan   kedudukan   antara pengguna  jasa dan penyedia  jasa dalam  hak dan kewajiban,  serta meningkatkan  kepatuhan  pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.   mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
3.           Usaha Jasa Konstruksi
a.    Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha
   Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha dalam UUJK 18/1999 telah diatur pada pasal 4 sampai 7. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan  konstruksi  yang  masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Bentuk. konstruksi hanya dapat melak- sanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Bidang usaha jasa konstmksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing- masing beserta kelengkapannya.
b.  Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan
    Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan yang telah diatur pasal 8 sampai 10, Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus :
Ø memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi;
Ø memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa kons truksi .
Ø Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan hams memiliki sertifikat keahlian.
Ø Pelaksana  konstruksi  orang perseorangan  haros memiliki  sertifikat  keterampilan kerja dan sertifikat  keahlian kerja.
c.  Tanggung Jawab Profesional. Tanggung jawab profesional usaha jasa konstruksi diatur pasal 11 yaitu :
Ø Badan usaha harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.
Ø Tanggung jawab dilandasi prinsip - prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.
Ø Untuk mewujudkan  terpenuhinya  tanggung  jawab  dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
d.    Pengembangan Usaha
    Pengembangan usaha menurut UUJK 18 tahun 1999  diatur  pada pasal 12 sampai 13 yaitu :
Ø Usaha  jasa  konstnlksi  dikembangkan  untuk  mewujudkan  struktnr  usaha  yang kokoh  dan  efisien  melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.
Ø Usaha perencanaan  konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembang kan ke arah usaha yang bersifat umum dan spesialis.
Ø perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratah dalam pendanaan.
Ø pengembangan  jenis  usaha  pertanggungan  untuk  mengatasi  risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan.

4.            Pengikatan Pekerjaan Konstruksi
a. Para Pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa, penyedia jasa diatur pada pasal 14 sampai 21 yaitu :
ØPengguna jasa dapat menunjuk wakil untuk melaksanakan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi .
Ø Layanan   jasa   perencanaan,   pelaksanaan,   dan   pengawasan   dapat   dilakukan  secara   terintegrasi   dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentiogan umum dalam satu pekerjaan konstruksi.
ØPengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.
ØDalam  pengikatan,  penyedia  jasa wajib  menyusun  dokumen  penawaran berdasarkan  prinsip  keahlian  untuk disampaikan kepada pengguna jasa.
b.      Kontrak Kerja Konstruksi diatur pada pasal 22 yaitu :
Ø Pengaturan   hubungan   kerja  berdasarkan   hukum  harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi.
Ø Kontrak  kerja  konstruksi  untuk  pekerjaan  pere ncanaan  harus memuat  ketentuan tentang  hak atas kekayaan intelektual.
Ø Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif .
Ø  Kontrak  kerja  konstruksi  untuk  kegiatan  pelaksanaan  dalam  pekerjaan konstruksi,  dapat  memuat  ketentuan tentang subpenyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.

5            Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang diatur pada pasal 23 sampai 24 :
a. Penyelenggaraan  pekerjaan  konstruksi  meliputi tahap perencanaan  dan tahap pelaksanaan  beserta pengawasannya   yang   masing-masing   tahap  dilaksanakan  melalui   kegiatan   penyiapan,   pengerjaan,   dan pengakhiran.
b. Penyelenggaraan  pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan  tenaga kerja, serta tata lingkungan  setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
c.  Penyedia  jasa  dalam  penyelenggaraan   pekerjaan  konstruksi  dapat  menggunakan subpenyedia  jasa  yang mempunyai keahlian khusus sesuai dengan masing-masing tahapan pekerjaan konstruksi.

6.                Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan dalam kontruksi telah diatur pada pasal 25 samapai 28 yaitu :
a. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.
b.  Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian  bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
c.    Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.
d.  Ketentuan  mengenai  jangka  waktu  dan  penilai  ahli  tanggung  jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.


7.           Peran Masyarakat
a.  Hak dan Kewajiban dalam peran masyarakat telah di atur pada pasal 29 dan 30 yaitu :
Ø melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi.
Ø memperoleh   penggantian   yang   layak   atas   kerugian   yang   dialami   secara  langsung   sebagai   akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Ø menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi.
Ø turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.
b. Masyarakat Jasa Konstruksi menurut undang-undang pasal 31 sampai 34 adalah :
Ø Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
Ø Penyelenggaraan  peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dilaksanakan melalui suatu forum jasa konstruksi.

8.            Pembinaan
Pembinaan kontruksi menurut undang-undang pasal 35 adalah :
a. Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan. pemberdayaan. dan pengawasan.
b. Pengaturan sebagaimana dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-undangan dan standar-standar tektris.
c. Pemberdayaan dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk  menumbuh kembangkan   kesadaran  akan  hak.  kewajiban,  dan  perannya  dalam pelaksanaan   jasa konstruksi.
d. Pengawasan  dilakukan terhadap penyelenggaraan  pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.  Pelaksanaan   pembinaan   dapat   dilakukan   bersama -sama   dengan masyarakat jasa konstruksi.
f. Sebagian tugas pembinaan dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

9.            Penyelesaian Sengketa
a.   Penyelesaian sengketa diatur pada pasal 36 yaitu :
Ø Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
Ø Penyelesaian  sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan  pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukun Pidana.
Ø Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam  kegiatan  pengikatan  dan  penyelenggaraan pekerjaan  konstruksi,  serta  dalam  hal  terjadi  kegagalan bangunan.
Ø Penyelesaian  sengketa  jasa konstruksi  dapat menggunakan  jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
b.   Gugatan Masyarakat diatur pada pasal 38 sampai 40 yaitu :
Ø Jika diketahui bahwa masyarakat  menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga  mempengaruhi  perikehidupan pokok masyarakat,  Pemerintah  wajib berpihak  pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Ø Gugatan adalah  tuntutan  untuk  melakukan  tindakan  tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata, dengan tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan pera turan perundang-undangan yang berlaku.
Ø Tata cara pengajuan gugatan masyarakat diajukan oleh orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada Hukum Acara Perdata.

10.      Sanksi
Sanksi dalam kontruksi telah diatur pada pasal 41 sampai 43 yaitu:
a.   Sanksi administratif dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa peringatan tertulis, penghentian sementara pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha atau profesi, pembekuan izin usaha atau profesi, pencabutan izin usaha atau profesi.
b. Barang siapa yang melakukan  perencanaan  pekerjaan  konstruksi  yang tidak memenuhi  ketentuan  keteknikan dan mengakibatkan  kegagalan  pekerjaan konstruksi  atau kegagalan  bangunan  dikenai  pidana  paling  lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
c.  Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.

11.       Ketentuan Peralihan
a.   Ketentuan peralihan diatur pada pasal 44 :
Ø Ketentuan peraturan perundang-undangan  yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada sepanjang tidak  bertentangan  dengan  Undang-undang  ini, dinyatakan  tetap berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Ø Penyedia jasa yang telah memperoleh  perizinan sesuai dengan bidang usahanya dalam waktu 1 (satu) tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, terhitung sejak diundangkannya.
b.   Ketentuan Penutup Ketentuan penutup juga telah diatur pada pasal 45 sampai 46 :
Ø Pada saat berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, dinyatakan tid ak berlaku.
Ø Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan. Agar setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Undang-undang  ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Posted on 04.53 by Teknik

No comments