Tugas 13

ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI


LATAR BELAKANG
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembangunan fisik dibidang jasa konstruksi cukup banyak melibatkan sumber-sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam berupa bahan bangunan, sumber daya tenaga dan energi peralatan, mekanikal dan elektrikal, serta sumber daya keuangan. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut dilakukan dengan pendekatan manajemen proyek, yang prosedurnya telah diatur dan ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan waktu pelaksanaan. Namun demikian, pada setiap tahapan-tahapan pekerjaan tersebut, adakalanya mengalami hambatan, baik dari faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain. Hambatan-hambatan sekecil apapun harus diselesaikan dengan baik untuk mencegah kerugian yang lebih besar, baik dari pelaksanaan waktu pekerjaan maupun operasional bangunan kelak.
Konstruksi adalah salah satu industri yang sangat kompleks, hal ini karena dalam proyek konstruksi terdapat multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang banyak yang memiliki kepentingan masing-masing. Kondisi ini pula yang membuka peluang sengketa menjadi lebih besar.

PENYELESAIAN SENGKETA
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui upaya di luar jalur pengadilan kiranya tepat untuk diterapkan pada sengketa konstruksi dengan beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama, kerahasiaan mengenai sengketa. Kerahasiaan merupakan salah satu keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan, baik pada saat proses maupun terhadap putusan yang tidak dipublikasikan. Mengingat konstruksi terkait dengan banyak proses yang mana tidak seluruhnya dapat dibuka untuk umum, terutama apabila bangunan yang menjadi obyek sengketa termasuk dalam objek vital negara. Selain itu, diperlukan untuk menjaga hubungan baik di antara para pihak, mengingat pelaku usaha dalam bidang jasa konstruksi adalah terbatas.

Kedua, para pihak dapat memilih pihak penengah (mediator/konsiliator/arbitrator) yang memiliki keahlian di bidang konstruksi. Menurut Hellard (1987), sengketa konstruksi dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
1.      Sengketa berkaitan dengan waktu (keterlambatan progress);
2.      Sengketa berkaitan dengan finansial (klaim dan pembayaran);
3. Sengketa berkaitan dengan standar pekerjaan (desain dan hasil pekerjaan);
4.      Konflik hubungan dengan orang-orang di dalam industri konstruksi.

Pada umumnya sengketa-sengketa tersebut atas akan berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan hal-hal bersifat teknis. Pada dasarnya Kontrak Kerja konstruksi merupakan kontrak yang bersifat khusus yang mana memuat banyak aspek teknis.Sebagai contoh, sengketa berkaitan dengan pembayaran dengan sistem prosentase progress pekerjaan sebagai syarat pembayaran, tentunya memerlukan aspek teknik terkait dengan penentuan progress pekerjaan yang dapat diklaim. Dengan demikian, dalam penyelesaian sengketa konstruksi, tidak saja dibutuhkan ahli hukum, namun diperlukan ahli pada disiplin ilmu lain, terutama aspek teknis, untuk memahami akar permasalahan.

Ketiga, jangka waktu penyelesaian sengketa jelas dan relatif singkat. Walaupun perihal jangka waktu penyelesaian sengketa relatif singkat sebagai keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan (arbitrase) menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak selalu terjadi karena di beberapa negara penyelesaian melalui jalur litigasi dapat ditempuh dengan waktu yang relatif singkat, namun saat ini harus diakui bahwa jalur litigasi memakan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan jalur di luar litigasi. Jangka waktu penyelesaian sengketa yang singkat tentu lebih menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa, karena dapat segera memperoleh kepastian mengenai penyelesaian atas sengketa yang sedang terjadi. Bagi pelaku usaha konstruksi, berlaku pula hal demikian karena sengketa konstruksi akan berkaitan dengan banyak hal seperti namun tidak terbatas pada kelangsungan pekerjaan, pengalihan bangunan, penggunaan bangunan oleh pengguna jasa, kepastian pembayaran. Khusus bagi penyedia jasa, sengketa yang berlarut-larut dapat menghambat keterlibatan penyedia jasa pada tender-tender proyek yang diselenggarakan oleh pengguna jasa yang sedang bersengketa.



Sumber:
http://business-law.binus.ac.id/2017/02/28/penyelesaian-sengketa-konstruksi-pasca-revisi-uu-jasa-konstruksi/