Konstruksi Industri Tambang
(Kelompok 4/4TA02)

Akbar Febriansyah
Christian Marchel
Dien Fikry
Yassir Fathurrahman




UU Penyelenggaraan Terkait Pekerjaan Pembangunan

  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Peraturan yang Berlaku

  • Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang
  • Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota 
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2013 tentang Tata Cara Lelang wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturandan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Peiatihan Kerja Nasional
  •  Keputusan Presiden Nomor 187lM Tahun 2004 tanggal 20 Oktober2004 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganKeputusan Presiden Nomor 77lP Tahun 2007 tanggal  28 Agustus2007
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030Tahun 2005 tanggal  20 Juli 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departernen Energ~ dan Sumber Daya   Mineral
  • Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 006Tahun 2007 tanggal 26 Juli 2007 tentang Pedoman TeknisPenerapan Kompetensi Profesi Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.211MEN1X12007 tanggai  25 Oktober 2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Sistem Keselamatan pada Pekerjaan Konstruksi Industri Tambang

     Adapun sistem keselamatan yang digunakan pada pekerjaan konstruksi industri tambang, diantaranya:
  • Fall arrest system
  • Full harnes 
  • Alat pemadam api ringan 
  • Alat pelindung diri 
     Adapun peralatan & perlengkapan komunikasi
  • Radio 
  • Telepon 
  • Tanda-tanda dan rambu-rambu
  • Selebaran dan slogan keselamatan kerja

Pihak yang berfungsi sebagai Forensic Engineer

  • Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
  • Kepala PPSDM GEOMINERBA
  • Kepala BNSP 
  • Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara
  • Kasubdit Standardisasi Ditjen Mineral dan Batubara 
  • Kasie Penerapan Standard
  • Kasubdit Keselamatan Mineral dan Batubara

Kasus : Runtuhnya Terowongan di Tambang Freeport (15/5/2013)

  • kejadian runtuhan batuan (roofing collapsed) yang menimbun ruang kelas    di Big Gossan, Level 3020 Runtuhnya batuan terjadi ketika sedang dilakukan pelatihan penyegaran tahunan tambang bawah tanah yang  diikuti oleh 40  pekerja tambang
  • Adapun dimensi ruang kelas berukuran 5 x 10 meter yang telah dibangun    sejak 15 tahun yang lalu, dan telah digunakan sejak tahun 2000, berlokasi    jauh dari area produksi.
  • Volume material longsoran diperkirakan 4 x 6 x 8 meter (192 meter kubik)   yang menimbun 80 persen ruang kelas (4 x 10 meter).
  • Pada pukul 21.30 WIT, tim penyelamat PTFI telah mengevakuasi 6 karyawan  yang terperangkap di sebuah bagian terowongan yang runtuh di fasilitas     pelatihan tambang bawah tanah. 4 Orang selamat dan 2 orang meninggal   dunia.

Hasil Evaluasi dan Rekomendasi dari Tim Forensic Engineer

a. Hasil Evaluasi

  • Banyak penyebab terjadinya insiden ini dari mulai faktor alam,kesalahan manusia dan lain – lainya. 
  • Faktor alam mungkin adalah salah satu faktor yang dapat menyebapkan insiden   ini terjadi, pergerakan tanah yang begitu cepat memungkinkan tanah menjadi longsor dan hal ini dapat menyebabkan longsor.
  • Pergerakan tanah sebenarnya dapat di deteksi secara dini dengan menggunakan metode slope monitoring karna slope monitoring dapat mendeteksi setiap pergerakan tanah,dengan memanfaatkan alat GPS Monitoring,  data – data tentang pergerakan tanah dapat cepat didapat, sehingga peringatan akan terjadinya tanah longsor dapat cepat dikeluarkan.
  • Slope monitoring   sendiri termasuk dalam monitoring online dengan sistem monitoring online berbagai kemudahan dapat didapatkan.

b. Rekomendasi
  • New Austrian Tunneling Methode adalah suatu sistem pembuatan tunnel dengan menggunakan shotcrete (beton yang disemprotkan dengan tekanan tinggi) dan rock bolt sebagai penyangga sementara tunnel, sebelum diberi lapisan concrete (lining concrete). Sebelum ditemukannya metode NATM in,digunakan kayu dan rangka baja sebagai konstruksi penyangga sementara. 
  • Kelemahan dari konstruksi kayu ini menurut Prof. LV. Rabcewicz dalam bukunya NATM adalah kayu khususnya dalam keadaan lembab akan sangat mudah mengalami keruntuhan, meskipun baja mempunyai sifat fisik yang lebih baik, efisiensi busur kerja baja sangat tergantung dari kualitas pengganjalan (kontak baja dengan batuan), sementara diketahui bahwa akibat meregangnya batuan pada waktu penggalian seringkali menyebabkan terjadinya penurunan bagian atas terowongan.

 Pengaruh Tekanan Akibat Stress Rearrangement

Menurut Prof.LV.Rabcewicz, apabila sebuah rongga digali maka pola distribusi tegangan akan berubah. Pada suatu saat, suatu tatanan tegangan yang baru akan terjadi disekitar rongga dan kesimbangan akan tercapai dengan atau tanpa bantuan suatu lapisan (tergantung dari kekuatan geser batuan, terlampaui atau tidak).

Shotcrete sebagai Penyangga Sementara pada Tunnel Excavation

Tunnel excavation dapat dibagi menjadi beberapa bagian pekerjaan:
  • Pekerjaan persiapan/ surveying
  • Drilling
  • Charging
  • Blasting
  • Ventilating
  • Muching
  • Scalling
  • Shotcreting
  • Rock bolting, dll.
   Shotcreting adalah pekerjaan yang dilaksanakan segera setelah scalling. Tujuan dilakukan shotcreting adalah Sebagai konstruksi penyangga sementara tunnel sebelum di lining concrete (temporary support Untuk mencegah loosening Mentransformasi batu yang kurang bagus/keras menjadi batu keras Melindungi terhadap   kerapuhan batuan akibat perubahan suhu/cuacaSuatu konstruksi penyangga sementara yang direncanakan untuk mencegah lepasan  (loosening) haruslah dapat memikul beban yang relatif besar dalam tempo yang relatif singkat, cukup kaku dan tidak runtuh.

   Menurut pengamatan, suatau lapisan shotcrete setebal 15 cm yang digunakan pada terowongan berdiameter 10 meter dapat dengan aman menahan beban sampai 45ton/m2, sedangkan apabila digunakan baja tipe WF-200 yang dipasang pada jarak 1m, hanya mampu menahan ± 65 % dari kekuatan shotcrete tersebut.

   Kelebihan lain dari shotcrete adalah interaksinya dengan batuan sekeliling. Suatu lapisan shotcrete yang “ditembakkan” pada permukaan batuan yang baru saja digali akan membentuk permukaan yang keras, serta batuan yang kurang keras ditransformasikan menjadi suatau permukaan yang stabil dan keras.

  Shotcrete menyerap tegangan –tegangan tangensial yang terjadi dan berharga maksimum dipermukaan terowongan setelah proses  penggalian. Dalam hal ini tegangan tarik akibat lentiur mengecil dan   tegangan tekan diserap oleh batuan sekeliling. Kemampuan shotcrete memperoleh kekuatananya dalam tempo yang singkat sangat menguntungkan, terutama karena kekuatan tarik lenturnya akan mencapai kira-kira 30%- 50% dari compressive strength setelah 1-2 hari.