Memaksimalkan
Kegunaan sungai di Bandung
1. Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Sungai
adalah salah satu bagian siklus hidrologi, dimana air yang turun dari hujan
akan melimpas dari daerah tinggi ke daerah yang rendah. Sungai pun tak pernah
lepas dari kehidupan manusia, baik fungsinya untuk mengairi ladang, kebutuhan
rumah tangga, pembangkit listrik tenaga air serta dibidang perikanan. Oleh
karena itu, perlunya menjaga dan memaksimalkan tata guna sungai sangat penting
untuk meningkatkan perekonomian dan
sekaligus untuk mencegah terjadi bencana banjir ataupun erosi pada
bantaran sungai.
Bandung
merupakan Kota Metropolitan yang berada di Propinsi Jawa Barat, secara
geografis bandung dikelilingi pegunungan. Selain itu, terdapat dua sungai utama
yang mengalirinya yaitu Sungai Cikapundung memiliki panjang aliran sungai 280,2
km dan Sungai Citarum memiliki panjang aliran sungai 300 km, beserta anak-anak
sungainya yang mengalir ke selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Pesatnya
kawasan industrialisasi di bantaran Sungai Citarum Menyebabkan pencemaran dan
pendangkalan akibat pembuangan limbah pabrik yang langsung ke sungai, belum
lagi perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan ke Sungai Citarum
maupun Sungai Cikapundung. Hal inilah yang menyebabkan bencana banjir yang tak
dapat dihindari terlebih pada saat musim hujan.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun Rumusan masalah yang akan diambil pada penulisan ini, diantaranya :
Adapun Rumusan masalah yang akan diambil pada penulisan ini, diantaranya :
1.
Metode apa yang cocok digunakan untuk membersihkan aliran sungai?
2.
Apa saja keuntungan dan kerugian dengan menggunakan metode tersebut?
3.
Bagaimana perbedaan Kondisi aliran sungai dulu dan sesudah di normalisasi?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian yang akan diambil pada penulisan ini, diantaranya :
Adapun Tujuan Penelitian yang akan diambil pada penulisan ini, diantaranya :
1.
Mengidentifikasi pencemaran lingkungan akibat industri di Sungai Citarum
2.
Mengidentifikasi kerusakan-kerusakan di Sungai Citarum.
3.
Mengetahui metode-metode yang digunakan
untuk menanggulangi dampak yang terjadi.
4.
Menentukan metode yang lebih baik untuk digunakan.
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Pencemaran
Lingkungan
Hampir
65% industri manufaktur Indonesia terkonsentrasi di Jawa Barat 21, provinsi
dimana Sungai Citarum terbentang. Faktor-faktor yang menjadi pendukung hal
tersebut diantaranya adalah ketersediaan infrastruktur, tanah, sumber daya air
dan juga lokasinya yang dekat dengan Ibukota Jakarta. Beragam industri hadir
disana, diantaranya elektronik, farmasi, kulit, pengolahan makanan, dan
terutama tekstil dimana Jawa Barat juga menjadi pusat industri manufaktur
tekstil modern dan industri garmen. Daerah aliran sungai Citarum, yang
mendukung terciptanya 20% total produksi industri Indonesia22, merupakan sumber
dari 60% produksi tekstil nasional23.
Sungai
Citarum adalah sungai yang mengalir melewati 11 (sebelas) Kabupaten dan Kota di
Provinsi Jawa Barat. Kesebelas Kabupaten dan Kota tersebut antara lain
Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten
Bandung Barat, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur,
Kabupaten Karawang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Luasnya Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum mencerminkan pentingnya peran dan keberadaan sungai
tersebut khususnya bagi komunitas lokal, dan pembangunan di provinsi Jawa Barat
dan tingkat nasional. Pada sisi lain, luasnya daerah aliran sungai Citarum juga
menunjukkan adanya beberapa potensi permasalahan yang mungkin terjadi pada
ekosistem tersebut.
Status
kualitas Sungai Citarum saat ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan,
karena badan air sungai kini mengandung berbagai jenis kontaminan yang berasal
dari berbagai sumber. Kebanyakan sektor industri, pemukiman, dan daerah komersial
yang ada di DAS Citarum membuang limbahnya ke sungai tanpa melakukan pengolahan
yang memadai. Limbah cair industri memberikan kontribusi yang besar terhadap
kondisi Sungai Citarum. Beragam industri dengan jumlah yang banyak beroperasi
di sepanjang aliran sungai Citarum. Tahun 2007, berdasarkan kajian yang
dilakukan oleh BPLHD Provinsi Jawa Barat, terdapat 359 perusahaan yang terbagi
kedalam 11 sektor industri yang berbeda berlokasi di empat wilayah administrasi
sepanjang aliran Sungai Citarum hulu. Diantara sektor sektor industri tersebut,
industri tekstil adalah salah satu sektor yang perlu diperhatikan karena
jumlahnya yang paling dominan. Sektor industri lainnya seperti elektroplating,
farmasi, logam, makanan/minuman juga perlu diperhatikan.
Tabel 3.1 Jenis dan jumlah industri
di DAS Citarum Hulu
No.
Sektor Industri Kabupaten/Kota Total
Kab.
Sumedang Kab. Bandung Kota Bandung Kota Cimahi
1. Tekstil
|
10
|
152
|
54
|
46
|
262
|
2. Elektroplating
|
0
|
5
|
9
|
5
|
19
|
3. Kulit
|
1
|
0
|
1
|
0
|
2
|
4. Kimia
|
0
|
4
|
0
|
0
|
4
|
5. Farmasi
|
0
|
3
|
3
|
3
|
9
|
6. Kertas
|
0
|
2
|
1
|
0
|
3
|
7. Cat
|
0
|
1
|
0
|
2
|
3
|
8. IPAL Terpadu
|
0
|
2
|
0
|
0
|
2
|
9. Makanan/Minuman
|
1
|
3
|
10
|
10
|
24
|
10. Garmen
|
0
|
0
|
2
|
0
|
2
|
11. Logam
|
0
|
0
|
1
|
6
|
7
|
Total
|
15
|
176
|
93
|
75
|
359
|
Sementara
itu, data terbaru mengindikasikan bahwa jumlah industri terus bertambah.
Direktori perusahaan yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN)
Kementerian Perindustrian (2012) menunjukkan adanya peningkatan pada populasi
industri di beberapa sektor.
Secara
umum limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah organik atau anorganik,
berbahaya atau tidak berbahaya, beracun dan tidak beracun, logam berat, dan
sebagainya. Sebagai contoh, beberapa proses pada industri tekstil menghasilkan
baik limbah organik atau limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dalam bentuk
limbah cair. Limbah organik yang dihasilkan dari industri tekstil mampu merubah
nilai pH, atau meningkatkan kadar BOD dan COD dalam badan air. Kebanyakan
industri tekstil juga menghasilkan limbah logam berat yang termasuk dalam
kategori berbahaya. Banyak macam elemen logam berat yang dihasilkan dari proses
produksi tekstil, diantaranya Arsen, Cadmium, Krom, Timbal, Tembaga, dan seng.
Proses-proses dalam industri tekstil yang menghasilkan limbah cair antara lain
pengkajian dan penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan, merserisasi,
pewarnan, pencetakan, dan proses penyempurnaan
Berbeda dengan industri tekstil,
industri pelapisan logam (elektroplating) menghasilkan limbah cair dengan
karakteristik yang berbeda. Limbah elektroplating berasal dari campuran proses
seperti proses pembersihan lemak, proses pengasaman dan/atau pembersihan dengan
elektrik, dan proses pelapisan logam. Proses pembersihan lemak pada logam
dilakukan menggunakan berbagai jenis pelarut, diantaranya pelarut benzene,
trikloroetilin, metil klorida, toluene dan karbon tertraklorida, atau larutan
alkali yang mengandung natrium karbonat, kostik, sianida, boraks, sabun, dan
sebagainya. Limbah cair yang dihasilkan dari proses ini umumnya mengandung
silene, tetrakloro-etilene, metilen klorida, aseton, dan keton. Proses lain
yang menghasilkan limbah adalah proses pengasaman dan/atau pembersihan dengan
elektrik. Adapun limbah yang dihasilkan dari proses pembersihan dengan elektrik
diantaranya padatan tersuspensi, lemak, sabun, dan cairan dengan pH tinggi
(larutan alkali). Sedangkan proses pengasaman menghasilkan limbah cair berupa
cairan dengan pH rendah (larutan asam). Proses terakhir yang menghasilkan
limbah adalah proses pelapisan, perendaman, dan pencelupan logam yang
menghasilkan cairan limbah yang mengandung sianida dan logam yang dilapisi.
Jenis logam yang umum digunakan sebagai pelapis diantaranya logam tembaga,
krom, nikel, seng, cadmium, timbal, timah, emas, perak, dan platina yang
merupakan jenis-jenis logam yang umum digunakan sebagai agen pelapis.
2.2 Dampak
kerusakan sungai citarum
Dampak kerusakan sungai citarum
cukup besar yang ditimbulkan diantaranya sebagai berikut:
akibat pencemaran itu peralatan
turbin menjadi cepat rusak akibat pengkaratan yang cepat. harus menggantinya segera karena kalau
terlambat mengganti akan mengganggu sistem operasi.
PLTA Saguling memproduksi
listrik 2.156 gigawatt per jam selama setahun. Tahun 2010, produksi Saguling
melimpah hingga 4.000 GwH karena tingginya curah hujan. Saguling juga terhubung
dalam sistem kelistrikan interkoneksi Jawa-Bali. Listrik sebesar 2.156 GwH bisa
digantikan dengan menghabiskan 667.000 barel bahan bakar minyak. Kalau harga
solar subsidi Rp 4.500/liter, maka nilainya Rp 351 triliun.
Kotornya air Citarum juga telah
menumbuhkan berbagai vektor penyakit. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
(BPHLD) Jawa Barat mencatat, di Saguling ditemukan jenis vektor penyakir
seperti nyamuk, moluska, cacing dan tikus.Jenis-jenis hewan itu dikenal sebagai
pembawa penyakit seperti malaria, demam berdarah, cacing atmbang, dan tipus. Malah
penelitian tahun 2005 vektor-vektor itu mempunyai kemetakan/probabilitas tinggi
sebagai sumber terjadinya out break pada manusia.
Sedimentasi juga mengancam
produksi listrik PLTA Cirata dan PLTA Ir H Djuanda karena usia waduk berkurang.
Sementara pencemaran melambungkan ongkos perawatan PLTA karena meningkatkan
laju korosi. Umur generator pendingin, misalnya, berkurang dari 5-7 tahun
menjadi 2-3 tahun karena terkorosi.
Padahal, PLTA Cirata
memproduksi listrik rata-rata 1.428 gigawatthour (GWh) per tahun, sementara
PLTA Ir H Djuanda 690 GWh per tahun. Bersama PLTA Saguling, keduanya menyumbang
kebutuhan listrik pada interkoneksi Jawa-Bali.
2. Merugikan petani
Tingginya sedimentasi dan
pencemaran limbah industri dan rumah tangga pada Sungai Citarum menyebabkan
sekitar 100.000 hektar sawah yang mendapat pengairan dari sungai itu tidak
produktif. Kerusakan sungai itu mengakibatkan berkurangnya pasokan air irigasi,
sehingga Jabar kehilangan potensi sekitar Rp 16 triliun per tahun.
Sungai Citarum mengairi sekitar
300.000 hektar sawah di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung,
Cimahi,Kabupaten Cianjur,Purwakarta,Karawang, Subang, dan Indramayu.Buruknya
kualitas air juga telah menghancurkan budi daya ikan keramba jaring terapung
(KJA) di Saguling, Cirata dan Jatiluhur.
2.3 Metode
penanggulangan
Metode penanggulangan sungai citarum diantaranya sebagai berikut:
1. Pembuatan Pipa Gendong
untuk mengurangi limbah rumah tangga yang masuk ke Sungai Citarum.
Inovasi ini diyakini bisa menjadi solusi konkret jangka pendek untuk
memperbaiki kualitas air sepanjang Sungai Citarum.
pipa gendong adalah pipa raksasa untuk menampung pipa-pipa kecil
pembuangan dari rumah-rumah sepanjang sungai yang biasanya langsung mengalir ke
sungai. Kotoran dari pembuangan di pipa raksasa itu secara reguler dalam jangka
waktu tertentu bisa disedot untuk kemudian dibuang ke tempat yang lebih
memadai.
permasalahan yang dihadapi di Kota Bandung saat ini adalah banyaknya
pemukiman yang berada di bantaran sungai yang posisinya membelakangi sungai. Hal
tersebut membuat limbah-limbah kotoran seringkali dialirkan ke sungai. ide pipa
gendong ini bisa mengurangi volume limbah yang setiap hari masuk ke Daerah
Aliran Sungai (DAS) AS Citarum.
Perlu diketahui, setiap hari ada 20,4 ribu ton limbah organik dan
anorganik yang masuk ke Citarum dari hulu ke hilir. Dari jumlah tersebut, 71
persennya tidak bisa terangkut. Selain itu, aliran sungai sepanjang 297 km itu
juga dicemari dengan kotoran manusia dan ternak sebanyak 35-65 ton perhari,
serta 280 ton limbah kimia. Data juga menunjukkan adanya peningkatan kandungan
logam berat dan bakteri E.coli yang melebihi batas aman.
2. Biologi
Vetiver
Rumput vetiver yang direkomendasikan beberapa dekade ini adalah vetiver berasal dari India
Selatan. Di Indonesia
tumbuhan ini dikenal
dengan akar wangi
yang dibudidayakan masyarakat sebagai bahan baku pembuatan minyak
atsiri. Ketikavetiver ditanam pada satu deretan tertentu, vetiver akan
membentuk tanaman pagar yang efektif untuk memperlambat dan menyebarkan
limpasan air (runoff), mengurangi
erosi tanah, mempertahankan kelembaban
tanah dan sebagai perangkap sedimen serta
zat-zat kimia pertanian. Meskipun tanaman
pagar manapun bisa melakukannya, rumput vetiver dapat
melakukannya dengan lebih baik dibanding sistem lain yang telah diuji coba (Truong at al., 2011). Kelebihan
vetiver salah satunya adalah terletak
pada bagian akar. Pertumbuhan akar vetiver yang dalam kedalam tanah mencapai 2
sampai 3 meter untuk 1 tahun pertama setelah masa tanam,mempunyai kemampuan
untuk mengikat tanah sehingga sulit untuk dihanyutkan oleh arus yang deras.
Akar yang dalam sekali dan cepat tumbuh, juga membuat vetiver toleran terhadap
kekeringan dan cocok
untuk stabilisasi lereng curam. Berikut ini beberapa ulasan tentang
vetiver ditinjau dari aspek morfologi, fisiologi,dan ekologi adalah:
A. Karakteristik Morfologis
Rumput Vetiver tidak memiliki geragih
ataupun rimpang. Akar
yang terstruktur baik dan masif dapat tumbuh dengan sangat cepat.
Panjangnya dapat mencapai 3-4 m di tahun pertama. Akar yang dalam membuat
vetiver sangat bagusketika musim kering dan sulit untuk terseret arus yang kuat
ketika terjadi hujan.Akar yang menembus ke lapisan tanah yang dalam dapat
meningkatkan porositastanah sehingga mempermudah penyerapan air ketika terjadi
hujan. Batang kaku dan tegak mampu tetap berdiri meskipun diarus yang dalam.
Ketika ditanam rapat, vetiver membentuk
pagar hidup yang lebat, berguna sebagai penyaring sedimen yang efektif dan
penyebar air (Truong et al., 2011). Batang vetiver yang kaku dan akar yang
menembus lapisan tanah lebih dalam menjadi kombinasi yangsaling mendukung untuk
menahan laju aliran air, penyerapan air, dan erosi tanah.
Akar yang menembus ke lapisan
tanah dalam berpotensi pula untuk menyerap mineral-mineral penting yang tidak dijangkau oleh tanaman budidaya.
Mineral-mineral ini dapat disimpan
dalam bentuk biomasa dan dapat
dikembalikan kedalam tanah lapisan
top soil untuk meningkatkan produktivitas lahan.
B. Karakteristik Fisiologis
Beberapa penelitian telah dihasilkan tentang keandalan vetiver
terhadap cekaman lingkungan. Vetiver toleran terhadap perbedaan iklim
seperti kekering-an berkepanjangan, banjir,
perendaman dan cuaca ekstrim dari
-14oC sampai +55oC. Mampu tumbuh kembali dengan cepat setelah terkena dampak
kekeringan, cuaca beku, keadaan yang salin dan kondisi yang merugikan setelah
cuaca mem-baik. Toleran terhadap beragam
pH tanah dengan kisaran 3.3 sampai 12.5 tanpa pembugaran tanah. Toleran
terhadap herbisida dan pestisida tinggi, sangat efisien dalam menyerap nutrisi
tanah yang larut seperti N dan P serta logam berat dalam air yang terkena
polusi. Vetiver juga memiliki ketahanan terhadap keasaman,alkalinitas, salinitas,
soldisitas dan magnesium (Truong et
al., 2011). Aspek fisiologi yang unggul ini juga
menyebabkan tumbuhan ini digunakan untuk ber-bagai mitigasi bencana alam
khususnya di perairan tawar dan daratan.Vetiver yang mendapat cekaman pada kondisi tanah
atau air yang mengandung logam berat, vetiver mampu
untuk memproduksi senyawa-senyawa metabolik
lebih banyak seperti Catalase (CAT), superoksida
dismutase (SOD),Peroxidase (POD)
sebagai enzim antioksidan untuk
menangkal radikal bebasberupa active oxigen species (AOS), dan asam
absisat (ABA) sebagai senyawa yang mengontrol pembukaan dan penutupan
stomata (Pang et.al., 2003).
C. Karakteristik Ekologis
Meskipun vetiver toleran terhadap
beberapa keadaan ekstrim tanah
dan iklim seperti umumnya rumput, vetiver
tidak toleran terhadap
tempat teduh. Keteduhan/naungan akan mengurangi pertumbuhan
vetiver dan dalam
kasus ekstrim bisa jadi mematikan vetiver (Truong et
al., 2011). Sifat demikian menjadikan vetiver sebagai salah
satu tanaman pionir khususnya tanah-tanah yangkurang produktif. Sifat lain
khususnya V. zizanioides L. adalah termasuk rumputyang memiliki
bunga steril sehingga tidak
perlu dikhawatirkan bersifat invasif terhadap tanaman yang lain.
Secara vegetatif rumput ini tidak memiliki rhizoma yang
dapat menyebar ke segala arah. Sifat ini juga menyebabkan rumput vetiver
tetap berada dalam satu titik tumbuh. Sifat akar yang tumbuh secara vertikal
mengarah kedalam tanah dan tidak menyebar secara horizontal adalah keandalan
lain dari vetiver sehingga tidak menjadi tanaman pesaing jika disandingkan
dengan tanaman budi-daya. Akar yang panjang dan menghujam ke dalam tanah
membantu meningkatkan porositas tanah sehingga efektif menyerap air permukaan
jika terjadi hujan. Keadaan ini menyebabkan vetiver dapat berfungsi untuk
mengkonservasi air dan tanah.
1. Peranan Vetiver Menahan Laju Erosi
Upaya pemerintah kota bandung saat ini melalui dinas terkait untuk
mengurangi erosi dan infiltrasi bahan pencemar ke sungai adalah melakukan
Plengseng (Talud) khusus-nya pada daerah di sepanjang bantaran sungai yang
dihuni oleh masyarakat. Namun demikian belum adanya penanganan limbah secara
arif, maka badan air (sungai) akan
selalu menjadi sasaran
untuk pembuangan sampah
dan bahan pencemar lainnya melalui saluran yang
terkonekasi dengan sungai. Upaya ini dapat dikombinasikan atau diintegrasikan
dengan teknik vetiver dengan melakukan penanaman diselah-sela sepanjang
plengseng, sehingga partikel
tanah yang terbawa
oleh limpasan air hujan (runoff) dan masuk ke sungai akan tertahan oleh
vetiver. Hal ini tidak terlepas dari karakter morfologi vetiver yang memiliki
akar yang menghujam vertikal ke bumi dan berfungsi sebagai paku alami yang
memperkokoh plengseng. Beberapa fakta lainnya bahwa plengseng biasanya
merupakan susunan batukali (sungai) yang dikombinasi dengan kawat. Jika
celah-celah batu tersebut diberi timbunan
tanah dan ditanami deretan rumput vetiver, maka akar
vetiver dapatmemperkokoh kondisi
plengseng dan memperkecil terjadinya erosi atau bahkan longsor di
sekitar plengseng. Fakta empiris lainnya bahwa pada bagian hulu sungai remu, di
sekitar daerah aliran sungai (DAS) kondisi hutan sudah memprihatinkan,hal ini
dibuktikan dengan durasi hujan
yang singkat dan intensitas rendah atau sedang, dalam
waktu cepat aliran
sungai remu meluap
dan berpotensi untuk terjadinya banjir. Kondisi hutan di
sekitar DAS yang rusak berpotensi menyebab-kan erosi dan pendangkalan
sungai. Rumput vetiver dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif pengendali
erosi yang alami dan murah dengan
cara penanaman deretan vetiver secara berlapis (3 atau 4 deret) pada DAS
yang rusak. Berikut ini adalah
tabel yang menunjukkan
kemampuan sistem vetiver dalam
menahan laju limpasan
air permukaan serta menahan
erosi pada lahan pertanian di
beberapa negara.
Jika melihat
tabel di atas
maka terlihat peranan
vetiver dalam reduksikehilangan tanah dan menahan laju
limpasan air permukaan. Jika sistem vetiverdibandingkan dengan cara
konvensional, maka sistem vetiver
dapat mereduksi kehilangan tanah
yang bervariasi pada setiap negara berkisar antara 65,8% sampai 90,8% perhektar
dibandingkan dengan sistem
konvensional. Demikian halnya dengan laju limpasan air permukaan,
peranan rumput vetiver dapat mereduksi lajulimpasan air permukaan antara 5,3
sampai 56,2% jika dibandingkan dengan sistem konvensional. Oleh karena,
itu dari aspek konservasi, vetiver
dapat diandalkandalam konservasi
tanah dan air. Sistem akar vetiver yang dalam dan terstruktur dengan baik dapat
menahantanah dari limpasan air permukaan. Sistem akar vetiver yang ekstensif
dan tebalmengikat tanah sehingga sulit untuk tersapu. Akar vetiver memiliki
daya tarikanrata-rata sekitar 75 Mega Pascal (MPa), nilai ini sebanding
dengan 1/6 darikekuatan baja ringandan peningkatan kekuatan geser
sebanyak 39% pada kedalam-an 0.5 meter (Truong et al., 2011). Ketika ditanam
merapat, rumput vetiver mem-bentuk pagar padat yang mengurangi kecepatan arus,
mengalihkan limpasan air, menciptakan penyaring yang sangat efektif yang
mengendalikan erosi. Tanaman pagar
mengurangi arus dan
menyebarkannya, memberi waktu
bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
2. Vetiver efektif ketika ditanam
berdekatan baris di kontur
3. Vetiver Sebagai Fitoremediasi
Jika melihat karakter kontaminan
pada sungai remu berdasarkan lapora nekspose hasil pemantauan kualitas
air sungai tahun 2013, maka beberapa kategori komponen senyawa pencemar
yang telah melewati ambang baku mutu
air ber-dasarkan PP nomor 82 tahun 2001,
yaitu komponen mikrobiologi
berupa para-meter (koliform dan
fecal-coli), selain itu komponen anorganik sebagian besar jugasudah di atas
ambang baku mutu (parameter pH, DO, BOD, COD, Total fosfat, NH3, NO2, SO4, Fe,
Cu dll). Ulasan laporan tersebut menunjukkan bahwa beberapa penyebab terjadinya
kenaikan nilai parameter tersebut di atas adalah adanya aktivitas masyarakat di
bantaran sungai dan di sungai itu sendiri seperti aktivitas mandidan cuci khususnya
di bagian hulu yang merupakan batasan antara hutan sekunder dengan batas
pemukiman. Penggunaan detergen pada aktivitas rutin tersebut diduga menjadi
pemicu peningkatan senyawa fosfat (PO4) di perairan sungai.
Kegunaan vetiver dalam mengatasi air yang tercemar terletak pada
kapasitasnya untuk cepat menyerap hara dan logam berat, dan toleransi terhadap
peningkatankadar elemen-elemen tersebut.
Meskipun konsentrasi dari
unsur-unsur pada tanaman Vetiver
seringkali tidak setinggi hiper-akumulator, pertumbuhannya yangsangat cepat dan
hasil yang tinggi (produksi material kering sampai 100t/ha/tahun) memungkinkan
Vetiver mampu menghapus volume hara yang jauh lebih tinggi danlogam berat dari
tanah yang terkontaminasi dibanding hiper-akumulator lainnya. Di Vietnam
selatan, percobaan dilakukan di pabrik pengolahan makanan dari hasil laut untuk
mengetahui lamanya limbah harus berada di ladang vetiver sebelum konsentrasi
nitrat dan fosfatnya berkurang ke level yang dapat diterima.Hasil tes
menunjukkan bahwa jumlah N dalam limbah air berkurang sampai 88%dan 91% sesudah
48 dan 72 jam tindakan, jumlah N dan P yang dibuang selama48 dan 72 jam tidak
jauh berbeda (Luu et al., 2006) disitasi (Truong et al., 2011). Setelah tes-tes
tersebut, jumlah tambak ikan di
Mekong Delta mengadopsi VS untuk menstabilkan tanggul tambak, untuk
memurnikan air tambak, dan untukmengolah air limbah pertanian
lainnya. Di Australia, lima baris Vetiver dialiri dengan sistem bawah-permukaan(Sub-surface) dengan buangan
limbah dari septik tank. Setelah 5 bulan, kadar N total didalam rembesan yang
terkumpul sesudah dua baris berkurang sebesar 83% dan setelah
lima baris berkurang
sebesar 99%. Demikian
pula, kadar P
total berkurang masing-masing 82% dan 85% (Truong dan Hart, 2001). Di
Cina, hara dan logam berat dari peternakan babi merupakan sumber utama
pencemaran air.Limbah cair dari peternakan babi mengandung N dan P yang tinggi
dan juga Cudan Zn yang ditambahkan ke pakan sebagai obat pertumbuhan. Hasil
menunjukkan bahwa Vetiver memiliki kemampuan memurnikan yang sangat kuat. Rasio penyerapan dan pemurnian dari Cu dan Zn
adalah >90%; As dan N>75%; Pb
antara 30% -71% dan P antara 15-58%. kontaminan
dan mencegah erosi.
Informasi yang sederhana
dan desain yang menarik adalah beberapa aspek yang
difokuskan dan sebagai bahan pertimbanganditengah keragaman
tingkat pendidikan masyarakat
yang bermukim di
sekitar bantaran sungai Remu.Informasi
yang dimuat dalam leaflet
berupa karakteristik vetiver secara umum yang berhubungan dengan
perannya sebagai penyerap bahan kontaminandan
menahan erosi meliputi;
Perawakan tumbuhan, karakter
akar, batang,kemampuannya tumbuh
di lahan kritis, teknik perbanyakan secara vegetatif, danbeberapa model
penanamannya yang disesuaikan dengan kontur lahan. Informasitersebut dilengkapi
dengan gambar atau foto yang
penempatannya disesuaikandengan
informasi dalam gambar tersebut. Penyampaian informasi yang sederhanadan
langsung dalam leaflet menjadi keunggulan yang diharapkan dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan masyarakat tentang pentingnya mengkonservasi air.
3. Instalasi
Pembersihan air
Sungai Emscher adalah contoh bencana lingkungan. Sungai ini tercemar
berat bahan kimia berbahaya dan limbah rumah tangga. Akses ke sungai sudah
diputus.
Pompa berupa ulir raksasa, memindahkan air dari sungai ke instalasi
pengolah limbah. Di sana air sungai dibersihkan secara mekanis dan biologis.
Limbah padatan dipisahkan sebelum proses filtrasi dimulai, dan dijadikan bahan
bakar generator. Pengolahan limbah dibagi dua tahapan. Mekanis dan biologis.
Dalam proses mekanis, mula-mula limbah padatan dipisahkan. Setelah itu pasir
dan kerikil dipisahkan lagi. Pada tahapan ketiga, yang disebut penjernihan
awal, semua unsur yang bisa mengendap dipisahkan dari air. Membersihkan Air
Di kota Bottrop yang masuk kawasan Ruhr, jaman dulu jadi pusat industri
berat Jerman. Di sini 700.000 meter kubik air dibersihkan setiap hari.
Pekerjaan rumit ini setiap tahapannnya diawasi komputer. Dengan memanfaatkan monitor untuk mengawasi proses di
instalasi. Mereka juga memiliki instrumen yang bisa mengenali gangguan. Dan
dari tempat pengonrol mereka bisa menelfon petugas, agar ganggguan itu dapat
diatasi. Air kotor dibersihkan di tiap kolam yang dilewati. Limbah padatan yang
mengendap ke dasar kolam, dikeringkan di empat kontainer besar, kemudian
dibakar. Energinya menggerakan sebuah generator, yang memasok 60% kebutuhan
listrik instalasi pengolah limbah. Markus Krämer menjelaskan, sisanya adalah
produk akhir berupa air bersih berkualitas kolam pemandian. Air ini dipompa
balik ke sungai Emscher.
Instalasi
pembersihan air sungai Emscher
Proyek ini ongkosnya sekitar 4,5
milyar Euro, sebagian besar dibiaya oleh retribusi air yang dibebankan pada
warga lokal. Perbaikan kualitas air cukup besar, dan ini jadi peluang
kembalinya sungai bersih, untuk pertama kalinya sejak beberapa generasi. Fauna
liar juga kembali ke sungai Emscher, setelah kualitas air makin baik.
Daftar pustaka
Kristanto,
Philip. 2004. Ekologi Industri.
Yogyakarta: Penerbit Andi. diakses pada 15 Januari 2018
Wardhana,
Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran
Lingkungan. Yogyakarta : PenerbitAndi.http://regional.kompas.com/read/2014/12/27/09180691/Ini.6.Masalah.yang.Hantui.Sungai.Citarum
diakses pada 15 Januari 2018
Birry, Ashov Ahmad dan Hilda Meutia2012. Bahan beracun lepas kendali. Diambil
dari : http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/469211/Full%20report%20_Bahan%20Beracun%20Lepas%20Kendali.pdf
diakses pada 11 Januari 2018
Kompas. 2011. Kerusakan sungai
citarum merugikan semua pihak. Diambil dari : http://nasional.kompas.com/read/2011/04/26/12074821/kerusakan.citarum.merugikan.semua.pihak diakses pada 11 Januari 2018
miftah.
2018. Walikota Bandung usulkan pembuatan
pipa untuk kurangi limbah sungai. Diambil dari
: https://portal.bandung.go.id/posts/2018/01/16/njZm/wali-kota-bandung-usulkan-pembuatan-pipa-gendong-untuk-kurangi-limbah-sungai
diakses pada 15 Januari 2018
Jeni. 2015. Meminimalisasi Pencemaran sungai melalui pengenalan pemanfaatan rumput
vetiver pada masyarakat sekitar bantaran sungai. Diambil dari https://www.researchgate.net/publication/283854351_MINIMALISASI_PENCEMARAN_SUNGAI_MELALUI_PENGENALAN_PEMANFAATAN_RUMPUT_VETIVER_PADA_MASYARAKAT_SEKITAR_BANTARAN_SUNGAI
diakses pada 11 Januari 2018