Minggu, 06 Januari 2019





Tugas 6

Tinjauan Tentang UUJK NO. 18/1999

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jasa konstruksi  merupakan  salah  satu  kegiatan  dalam  bidang  ekonomi,  sosial,  dan  budaya  yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Berbagai  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku  belum berorientasi  baik  kepada  kepentingan pengembangan  jasa konstruksi  sesuai dengan karakteristiknya,  yang mengakibatkan  kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf diperlukan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi.
1.    Ketentuan Umum Ketentuan umum dalam UUJK NO. 18/1999 pasal 1 adalah sebagai berikut:
a. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi;
b. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta  pengawasan  yang  mencakup pekerjaan arsitektural,  sipil,  mekanikal,  elektrikal,  dan  tata  lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya. untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;
c. Pengguna  jasa adalah  orang  perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;
d.  Penyedia  jasa  adalah  orang  perseorangan  atau  badan  ,yang   kegiatan  usahanya menyediakan  layanan  jasa konstruksi;
e.   Kontrak kerja konstruksi adalah ke seluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
f. Kegagalan  bangunan  adalah  keadaan  bangunan.  yang setelah  diserahterimakan oleh penyedia  jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan  yang tercantum  dalam  kontrak  kerja  konstruksi  atau  pemanfaatannya  yang  menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa;
g.  Forum  jasa  konstniksi  adalah  sarana  komunikasi  dan  konsultasi  antara masyarakat  jasa  konstruksi  dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri;
h.  Registrasi  adalah  suatu  kegiatan  untuk  menentukan  kompetensi  profesi  keahlian dan keterampilan  tertentu, orang  perseorangan  dan badan;  usaha  untuk  menentukan izin usaha  sesuai  klasifikasi  dan kualifikasi  yang diwujudkan dalam sertifikat;
i.   Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha. yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain;
j.   Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan  atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional   di  bidang   pelaksanaan   jasa  konstruksi  yang   mampu menyelenggarakan   kegiatannya   untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain;
k.  Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional  di bidang  pengawasan  jasa konstruksi  yang mampu  melaksanakan  pekerjaan  pengawasan  sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

2.          Asas dan Tujuan
Pengaturan  jasa konstruksi pada pasal 2 UUJK 18/1999 adalah  berlandaskan  pada asas  kejujuran  dan keadilan,  manfaat,  keserasian,  keseimbangan, kemandirian, keterbukaan,  kemitraan,  keamanan  dan  keselamatan  demi kepentingan  masyarakat, bangsa,  dan negara. Pengaturan jasa konstruksi pasal 3 UUJK 18/1999 bertujuan untuk :
a. memberikan  arah pertumbuhan  dan perkembangan  jasa konstruksi  untuk  mewujudkan  struktur  usaha  yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;
b.  mewujudkan   tertib   penyelenggaraan   pekerjaan   konstruksi   yang  menjamin  kesetaraan   kedudukan   antara pengguna  jasa dan penyedia  jasa dalam  hak dan kewajiban,  serta meningkatkan  kepatuhan  pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.   mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
3.           Usaha Jasa Konstruksi
a.    Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha
   Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha dalam UUJK 18/1999 telah diatur pada pasal 4 sampai 7. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan  konstruksi  yang  masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Bentuk. konstruksi hanya dapat melak- sanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Bidang usaha jasa konstmksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing- masing beserta kelengkapannya.
b.  Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan
    Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan yang telah diatur pasal 8 sampai 10, Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus :
Ø memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi;
Ø memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa kons truksi .
Ø Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan hams memiliki sertifikat keahlian.
Ø Pelaksana  konstruksi  orang perseorangan  haros memiliki  sertifikat  keterampilan kerja dan sertifikat  keahlian kerja.
c.  Tanggung Jawab Profesional. Tanggung jawab profesional usaha jasa konstruksi diatur pasal 11 yaitu :
Ø Badan usaha harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.
Ø Tanggung jawab dilandasi prinsip - prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.
Ø Untuk mewujudkan  terpenuhinya  tanggung  jawab  dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
d.    Pengembangan Usaha
    Pengembangan usaha menurut UUJK 18 tahun 1999  diatur  pada pasal 12 sampai 13 yaitu :
Ø Usaha  jasa  konstnlksi  dikembangkan  untuk  mewujudkan  struktnr  usaha  yang kokoh  dan  efisien  melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.
Ø Usaha perencanaan  konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembang kan ke arah usaha yang bersifat umum dan spesialis.
Ø perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratah dalam pendanaan.
Ø pengembangan  jenis  usaha  pertanggungan  untuk  mengatasi  risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan.

4.            Pengikatan Pekerjaan Konstruksi
a. Para Pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa, penyedia jasa diatur pada pasal 14 sampai 21 yaitu :
ØPengguna jasa dapat menunjuk wakil untuk melaksanakan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi .
Ø Layanan   jasa   perencanaan,   pelaksanaan,   dan   pengawasan   dapat   dilakukan  secara   terintegrasi   dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentiogan umum dalam satu pekerjaan konstruksi.
ØPengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.
ØDalam  pengikatan,  penyedia  jasa wajib  menyusun  dokumen  penawaran berdasarkan  prinsip  keahlian  untuk disampaikan kepada pengguna jasa.
b.      Kontrak Kerja Konstruksi diatur pada pasal 22 yaitu :
Ø Pengaturan   hubungan   kerja  berdasarkan   hukum  harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi.
Ø Kontrak  kerja  konstruksi  untuk  pekerjaan  pere ncanaan  harus memuat  ketentuan tentang  hak atas kekayaan intelektual.
Ø Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif .
Ø  Kontrak  kerja  konstruksi  untuk  kegiatan  pelaksanaan  dalam  pekerjaan konstruksi,  dapat  memuat  ketentuan tentang subpenyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.

5            Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang diatur pada pasal 23 sampai 24 :
a. Penyelenggaraan  pekerjaan  konstruksi  meliputi tahap perencanaan  dan tahap pelaksanaan  beserta pengawasannya   yang   masing-masing   tahap  dilaksanakan  melalui   kegiatan   penyiapan,   pengerjaan,   dan pengakhiran.
b. Penyelenggaraan  pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan  tenaga kerja, serta tata lingkungan  setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
c.  Penyedia  jasa  dalam  penyelenggaraan   pekerjaan  konstruksi  dapat  menggunakan subpenyedia  jasa  yang mempunyai keahlian khusus sesuai dengan masing-masing tahapan pekerjaan konstruksi.

6.                Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan dalam kontruksi telah diatur pada pasal 25 samapai 28 yaitu :
a. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.
b.  Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian  bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
c.    Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.
d.  Ketentuan  mengenai  jangka  waktu  dan  penilai  ahli  tanggung  jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.


7.           Peran Masyarakat
a.  Hak dan Kewajiban dalam peran masyarakat telah di atur pada pasal 29 dan 30 yaitu :
Ø melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi.
Ø memperoleh   penggantian   yang   layak   atas   kerugian   yang   dialami   secara  langsung   sebagai   akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Ø menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi.
Ø turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.
b. Masyarakat Jasa Konstruksi menurut undang-undang pasal 31 sampai 34 adalah :
Ø Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
Ø Penyelenggaraan  peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dilaksanakan melalui suatu forum jasa konstruksi.

8.            Pembinaan
Pembinaan kontruksi menurut undang-undang pasal 35 adalah :
a. Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan. pemberdayaan. dan pengawasan.
b. Pengaturan sebagaimana dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-undangan dan standar-standar tektris.
c. Pemberdayaan dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk  menumbuh kembangkan   kesadaran  akan  hak.  kewajiban,  dan  perannya  dalam pelaksanaan   jasa konstruksi.
d. Pengawasan  dilakukan terhadap penyelenggaraan  pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.  Pelaksanaan   pembinaan   dapat   dilakukan   bersama -sama   dengan masyarakat jasa konstruksi.
f. Sebagian tugas pembinaan dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

9.            Penyelesaian Sengketa
a.   Penyelesaian sengketa diatur pada pasal 36 yaitu :
Ø Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
Ø Penyelesaian  sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan  pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukun Pidana.
Ø Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam  kegiatan  pengikatan  dan  penyelenggaraan pekerjaan  konstruksi,  serta  dalam  hal  terjadi  kegagalan bangunan.
Ø Penyelesaian  sengketa  jasa konstruksi  dapat menggunakan  jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
b.   Gugatan Masyarakat diatur pada pasal 38 sampai 40 yaitu :
Ø Jika diketahui bahwa masyarakat  menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga  mempengaruhi  perikehidupan pokok masyarakat,  Pemerintah  wajib berpihak  pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Ø Gugatan adalah  tuntutan  untuk  melakukan  tindakan  tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata, dengan tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan pera turan perundang-undangan yang berlaku.
Ø Tata cara pengajuan gugatan masyarakat diajukan oleh orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada Hukum Acara Perdata.

10.      Sanksi
Sanksi dalam kontruksi telah diatur pada pasal 41 sampai 43 yaitu:
a.   Sanksi administratif dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa peringatan tertulis, penghentian sementara pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha atau profesi, pembekuan izin usaha atau profesi, pencabutan izin usaha atau profesi.
b. Barang siapa yang melakukan  perencanaan  pekerjaan  konstruksi  yang tidak memenuhi  ketentuan  keteknikan dan mengakibatkan  kegagalan  pekerjaan konstruksi  atau kegagalan  bangunan  dikenai  pidana  paling  lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
c.  Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.

11.       Ketentuan Peralihan
a.   Ketentuan peralihan diatur pada pasal 44 :
Ø Ketentuan peraturan perundang-undangan  yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada sepanjang tidak  bertentangan  dengan  Undang-undang  ini, dinyatakan  tetap berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Ø Penyedia jasa yang telah memperoleh  perizinan sesuai dengan bidang usahanya dalam waktu 1 (satu) tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, terhitung sejak diundangkannya.
b.   Ketentuan Penutup Ketentuan penutup juga telah diatur pada pasal 45 sampai 46 :
Ø Pada saat berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, dinyatakan tid ak berlaku.
Ø Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan. Agar setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Undang-undang  ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Posted on 04.53 by Teknik

No comments



Tugas 13

ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI


LATAR BELAKANG
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembangunan fisik dibidang jasa konstruksi cukup banyak melibatkan sumber-sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam berupa bahan bangunan, sumber daya tenaga dan energi peralatan, mekanikal dan elektrikal, serta sumber daya keuangan. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut dilakukan dengan pendekatan manajemen proyek, yang prosedurnya telah diatur dan ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan waktu pelaksanaan. Namun demikian, pada setiap tahapan-tahapan pekerjaan tersebut, adakalanya mengalami hambatan, baik dari faktor manusia maupun sumber-sumber daya yang lain. Hambatan-hambatan sekecil apapun harus diselesaikan dengan baik untuk mencegah kerugian yang lebih besar, baik dari pelaksanaan waktu pekerjaan maupun operasional bangunan kelak.
Konstruksi adalah salah satu industri yang sangat kompleks, hal ini karena dalam proyek konstruksi terdapat multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang banyak yang memiliki kepentingan masing-masing. Kondisi ini pula yang membuka peluang sengketa menjadi lebih besar.

PENYELESAIAN SENGKETA
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui upaya di luar jalur pengadilan kiranya tepat untuk diterapkan pada sengketa konstruksi dengan beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama, kerahasiaan mengenai sengketa. Kerahasiaan merupakan salah satu keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan, baik pada saat proses maupun terhadap putusan yang tidak dipublikasikan. Mengingat konstruksi terkait dengan banyak proses yang mana tidak seluruhnya dapat dibuka untuk umum, terutama apabila bangunan yang menjadi obyek sengketa termasuk dalam objek vital negara. Selain itu, diperlukan untuk menjaga hubungan baik di antara para pihak, mengingat pelaku usaha dalam bidang jasa konstruksi adalah terbatas.

Kedua, para pihak dapat memilih pihak penengah (mediator/konsiliator/arbitrator) yang memiliki keahlian di bidang konstruksi. Menurut Hellard (1987), sengketa konstruksi dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
1.      Sengketa berkaitan dengan waktu (keterlambatan progress);
2.      Sengketa berkaitan dengan finansial (klaim dan pembayaran);
3. Sengketa berkaitan dengan standar pekerjaan (desain dan hasil pekerjaan);
4.      Konflik hubungan dengan orang-orang di dalam industri konstruksi.

Pada umumnya sengketa-sengketa tersebut atas akan berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan hal-hal bersifat teknis. Pada dasarnya Kontrak Kerja konstruksi merupakan kontrak yang bersifat khusus yang mana memuat banyak aspek teknis.Sebagai contoh, sengketa berkaitan dengan pembayaran dengan sistem prosentase progress pekerjaan sebagai syarat pembayaran, tentunya memerlukan aspek teknik terkait dengan penentuan progress pekerjaan yang dapat diklaim. Dengan demikian, dalam penyelesaian sengketa konstruksi, tidak saja dibutuhkan ahli hukum, namun diperlukan ahli pada disiplin ilmu lain, terutama aspek teknis, untuk memahami akar permasalahan.

Ketiga, jangka waktu penyelesaian sengketa jelas dan relatif singkat. Walaupun perihal jangka waktu penyelesaian sengketa relatif singkat sebagai keunggulan dari mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan (arbitrase) menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak selalu terjadi karena di beberapa negara penyelesaian melalui jalur litigasi dapat ditempuh dengan waktu yang relatif singkat, namun saat ini harus diakui bahwa jalur litigasi memakan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan jalur di luar litigasi. Jangka waktu penyelesaian sengketa yang singkat tentu lebih menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa, karena dapat segera memperoleh kepastian mengenai penyelesaian atas sengketa yang sedang terjadi. Bagi pelaku usaha konstruksi, berlaku pula hal demikian karena sengketa konstruksi akan berkaitan dengan banyak hal seperti namun tidak terbatas pada kelangsungan pekerjaan, pengalihan bangunan, penggunaan bangunan oleh pengguna jasa, kepastian pembayaran. Khusus bagi penyedia jasa, sengketa yang berlarut-larut dapat menghambat keterlibatan penyedia jasa pada tender-tender proyek yang diselenggarakan oleh pengguna jasa yang sedang bersengketa.



Sumber:
http://business-law.binus.ac.id/2017/02/28/penyelesaian-sengketa-konstruksi-pasca-revisi-uu-jasa-konstruksi/

Posted on 04.31 by Teknik

No comments




Tugas 9

KAJIAN TENTANG INTERNATIONAL STANDAR OF CONDITIONS OF CONTRACT


Tinjauan Tentang International Standard of Conditions of Contract
Dalam dunia Internasional dikenal beberapa bentuk-bentuk Standar/Sistim Kontrak Konstruksi yang diterbitkan oleh beberapa negara atau asosiasi profesi. Diantaranya yang dikenal oleh kalangan Industri Jasa Konstruksi adalah FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint Contract Tribunals). AIA (American Institute of Architects) dan SIA (Singapore Institute of Architects). Selain itu masih ada lagi beberapa sistim/standar kontrak, dari Hongkong, Australia, Canada dan lain-lain. Pada Negara Indonesia umumnya kita sering menjumpai kontrak-kontrak yang menggunakan standar/sistim FIDIC dan JCT terutama untuk proyek-proyek Pemerintah yang menggunakan dana pinjaman (loan) dari luar negeri. Selain itu pihak swasta asing yang beroperasi di Indonesia biasanya juga memakai salah satu sistim/standar ini. Negara-negara penyandang dana dari Eropa Barat biasanya menggunakan sistim/standar FIDIC, sedangkan Inggris dan Negara-negara Persemakmuran memakai sistim JCT. Sistim AIA kebanyakan dipakai oleh perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia (kontrak-kontrak pertambangan). Oleh karena itu, peninjauan Standar/Sistim Kontrak Konstruksi Internasional dalam pelatihan ini dibatasi hanya mengenai sistim FIDIC dan JCT serta sedikit uraian standar/sistim AIA dan SIA.

Sistim FIDIC 
FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs Counsels atau dalam bahasa Inggris disebut International Federation of Consultant Engineers atau bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah Federasi Internasional Konsultan Teknik. FIDIC didirikan pada tahun 1913 oleh 3 (tiga) asosiasi nasional dari Konsultan Teknik independen di Eropa. Tujuan pembentukan dari federasi ini adalah untuk memajukan secara umum kepentingan-kepentingan profesional dari anggota asosiasi dan menyebarkan informasi atau kepentingannya kepada anggota-anggota dari kumpulan asosiasi nasional.
Syarat Umum FIDIC 1987
a.       Definisi dan Interpretasi (Definitions and Interpretation)
Dalam pasal ini diberikan definisi kata-kata atau istilah yang mempunyai arti khusus yang dengan demikian baik Penyedia Jasa maupun Pengguna Jasa sepakat menggunakan pengertian yang sama mengenai suatu kata atau ungkapan. Hal ini sangat penting untuk menghindari sengketa dikemudian hari.
b.      Pelimpahan Kontrak & Sub Penyedia Jasa (Assigment & Subcontracting)
a. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa Penyedia Jasa tidak berhak untuk melimpahkan kontrak baik sebagian atau seluruhnya tanpa persetujuan tertulis terlebih dulu dari Pengguna Jasa
b. Demikian pula untuk penyerahan pekerjaan kepada subPenyedia Jasa beserta pengaturan untuk pekerjaan-pekerjaan yang akan di subkontrakkan tanpa memerlukan izin tertulis dari Pengguna Jasa

Perjanjian/Kontrak (Agreement)
Terlihat bahwa Perjanjian/Kontrak yang ditandatangani oleh para pihak menurut sistim/standar FIDIC 1987 hanya terdiri dari 4 (empat) butir/pasal, yaitu :
a. Penjelasan yang menyatakan bahwa semua kata dan atau istilah/ungkapan harus diartikan seperti tercantum dalam syaratsyarat kontrak (Conditions of Contract).
b.  Dokumen-dokumen lain merupakan satu kesatuan dari Perjanjian.
c.  Penyedia Jasa harus melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai syarat-syarat kontrak.
d.  Kewajiban Pemberi Tugas/Pengguna Jasa untuk membayar hasil pekerjaan Penyedia Jasa sesuai ketentuan dalam kontrak pada waktu dan cara sesuai syarat-syarat kontrak.

Sistim JCT
a.  STANDAR/SISTIM KONTRAK JCT 1980
JCT adalah singkatan dari Joint Contract Tribunals, suatu institusi di Inggris yang menyusun standar kontrak konstruksi untuk Pemerintah setempat (Local Authority) dan Sektor Swasta (Private). Unsur-unsur pokok JCT terdiri dari badan-badan sebagai berikut

1. STANDARD FORM OF BUILDING CONTRACT, 1980 Edition PRIVATE WITH QUANTITIES. JCT – Joint Contracts Tribunal form of Building Contract
2.  Standar JCT dibuat oleh beberapa institusi di Inggris dan tidak melibatkan institusi dari negara lain seperti keanggotaan FIDIC dan dibuat khusus untuk kontrak-kontrak bangunan (Building Contract).
3. Standar JCT dipakai oleh negara Inggris sendiri dan kebanyakan negaranegara Persemakmuran (Commonwealth) seperti Malaysia, Singapura. Di Indonesia standar JCT dipakai untuk proyek-proyek sektor swasta dimana yang menjadi konsultan perencana/pengawas adalah perusahaan Inggris atau yang berafiliasi dengan Inggris.
4.  Di sini yang akan diuraikan adalah standar JCT yang dipublikasikan tahun 1980 untuk standar formal swasta (Private) yang terdiri atas dokumendokumen berikut.

b.   PERJANJIAN/KONTRAK (ARTICLE OF AGREEMENT)
1.  keharusan Penyedia Jasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang disebut dengan Contract Bills (Rincian Biaya) dan Contract Drawings (Gambar-gambar Kontrak).
2.  Pengguna Jasa (Employer) harus membayar Penyedia Jasa berdasarkan Nilai Kontrak (Contract Sum) pada waktu dan dengan cara-cara sesuai tercantum dalam syarat-syarat kontrak (Conditions of Contract).
3.  Memuat penjelasan mengenai Wakil Pengguna Jasa yang ditunjuk (Architect/Engineer).
4. memuat penjelasan mengenai Konsultan Volume/Biaya (Quantity Surveyor) yang ditunjuk.
5.  memuat penjelasan tentang penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase.

Sistim AIA
STANDAR KONTRAK AMERIKA SERIKAT (AIA), American Institute of Architects (AIA) adalah sebuah institusi profesi di Amerika Serikat yang menerbitkan dokumen kontrak/syarat-syarat kontrak konstruksi yang biasa dikenal dengan istilah “AIA Standard” dan dipergunakan secara luas di Amerika Serikat. Sebagaimana lazimnya Syarat-Syarat Kontrak (Conditions of Contract), penerbitannya selalu diperbaiki. Demikian pula dengan syarat-syarat kontrak dari Amerika Serikat yang terakhir diketahui adalah edisi/penerbitan tahun 1987 yang dikenal dengan nama “AIA-General Conditions,1987 ed.” General Conditions of Contract for Construction, yang diterbitkan oleh “The American Institute of Architects (=AIA)”, terdiri dari 14 Pasal (Article) dan 71 ayat.
Dari uraian Syarat-Syarat Kontrak yang diterbitkan American Institute of Architect (AIA) tahun 1987 tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      Kata-kata/istilah yang diberi definisi hanya yang penting-penting seperti Contract Documents (Article 1), Architect (Article 2), Owner (Article 3), Contractor (Article 4), Subcontractor (Article 5), Time (Article 8).
2.      Sebagai Pengguna Jasa dipakai istilah “Owner” dan Direksi Pekerjaan disebut “Architect”.
3.      Pengguna Jasa (“Owner”) mempunyai hak untuk menghentikan Pekerjaan (Article 3 – ayat 3.3) dan melaksanakan Pekerjaan (Article 3 – ayat 3.4) serta membuat kontrak terpisah (Article 6 – ayat 6.1)
4.      Penyedia Jasa harus menyampaikan Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) (Article 7 – ayat 7.5).
5.      Penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase (Ayat 7.10)
6.   Di mungkinkan penyerahan Pekerjaan secara substansial (tidak harus mutlak 100%) (Article 9 – ayat 9.7).
7.      Perubahan Pekerjaan disebut “Changes in the Works” (Article 12).
8.      Pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh Pengguna Jasa (Owner) atau oleh Penyedia Jasa (Penyedia Jasa) (Article 14).

Sistim SIA
1.      STANDAR/SISTIM KONTRAK SIA
Institusi para Arsitek Singapura yang bernama Singapore Institute of Architects (SIA) menyusun standar/sistim kontrak yang di kenal dengan nama “SIA 80 CONTRACT”. Standar kontrak ini di tujukan atau di peruntukkan bagi kontrak konstruksi Bangunan Gedung, yang bernama ARTICLES AND CONDITIONS OF BUILDING CONTRACT yang terdiri dari dokumen-dokumen berikut :
a.   Perjanjian/Kontrak yang di sebut ARTICLE OF CONTRACT
b.   Syarat-Syarat Kontrak yang di sebut CONDITIONS OF CONTRACT
c.   Lampiran (APPENDIX)
d.  Tambahan yang di sebut ADDENDUM ON AMENDMENTS TO SIA 80 CONTRACT.

2.      PERJANJIAN/KONTRAK (ARTICLE CONTRACT)
a.      Kewajiban-kewajiban Penyedia Jasa (Contractor’s Obligation)
Dalam Pasal ini di sebutkan mengenai persetujuan Penyedia Jasa untuk melaksanakan, menyelesaikan dan memelihara gedung dan pekerjaan lain (di terangkan pekerjaan apa saja dan di mana lokasinya). Di sebutkan pula dalam pasal ini bahwa yang di maksud dengan pekerjaan termasuk perubahan-perubahan dan pekerjaan-pekerjaan sementara yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tetap.
b.      Jenis Kontrak (Type of Contract)
Pada pasal ini di tegaskan bahwa dalam kontrak akan di ukur dan harus di hitung kembali dalam hal terjadi perbedaan pekerjaan dan bahan yang terjadi dengan yang tersebut dalam Daftar Rncian Pekerjaan (Bill of Quantites).
c.       Dokumen Kontrak (Contract Documents)
Standar SIA menyebut Perencana/Pengawas Pekerjaan dengan istilah Architect. Dalam pasal ini selain menyebutkan nama orang dan nama perusahaan Pengawas Pekerjaan di sebutkan pula yang di maksud dengan Architect adalah orang yang merencanakan pekerjaan dan menyiapkan dokumen kontrak atas nama Pengguna Jasa termasuk pengawasan pekerjaan. Dalam hal Architect di berhentikan, maka Pengguna Jasa akan menggantinya dengan pemberitahuan kepada Penyedia Jasa dan Arsitek ini haruslah anggota dari SIA sehingga Penyedia Jasa tidak dapat mengajukan keberatan. Kemudian di atur tata cara penggantian ini antara lain dalam hal Arsitek yang di tunjuk, menolak beserta akibatnya terhadap pekerjaan.

3.      Syarat-Syarat Kontrak (Conditions of Contract).
Standar kontrak SIA mempunyai Syarat-Syarat Kontrak (Conditions of Contract) yang terdiri dari 39 Pasal yang berisi 150 ayat sebagai berikut :
a.      Architect’s directions and instructions (8 ayat)
b.      Methods of working and temporary Works (3 ayat)
c.      Design and completion responsibilities (4 ayat)
d.      Programme (3 ayat)
e.      Make-up of Contractor’s prices (3 ayat)
f.       Administration (9 ayat)
g.      Statutory Obligation (2 ayat)
h.      Setting Out, dll

Posted on 04.23 by Teknik

No comments




Tugas 7
PERAN MASYARAKAT DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI

Apa peran masyarakat dalam jasa konstruksi?
Sebagai mahasiswa teknik sipil juga harus mengetahui apa-apa saja peran masyarakat dalam jasa konstruksi, berikut hak-hak masyarakat dalam jasa konstruksi.
1.  Masyarakat berhak melakukan pengawasan untuk mewujudkan ketertiban dalam pelaksanaan jasa konstruksi.
2. Memperoleh pergantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung akibat penyelenggaraan konstruksi.
3.   Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku dibidang pelaksanaan jasa konstruksi
4.   Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang dapat membahayakan kepentingan umum.

Peranan penting konstruksi dalam menunjang suatu pembangunan yang berkelanjutan dan untuk mencapai pembangunan nasional. Untuk menjaga dan menunjang peran tersebut setiap elemen kecil dari proses konstruksi dalam proses pembangunan sudah didasari oleh hukum yang tertera pada undang-undang, peraturan daerah dan hukum tertulis lainnya. Ketentuan yang mengikat tersebut ditujukan untuk dua dari tiga elemen dalam proses pembengunan yaitu konsultan dan kontraktor, dengan adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat tersebut para konsultan dan kontraktor diharapkan memahami dan mengerti sepenuhnya dasar-dasar hukum tersebut.

Pemahaman yang didukung etika profesi yang baik pada bidang tersebut akan mempengaruhi tujuan yang akan mereka capai, bagaimana bangunan tersebut dapat berdiri dengan kokoh. Jika sebaliknya saat pemahaman itu tidak dilakukan akan berdampak negative pada produk yang akan dicapai. Contohnya pada konteks ini semakin banyak dan kerap terjadi bangunan yang rubuh di saat pembangunan maupun sudah berdiri. Mulai dari kegagalan dalam pembangunan ruangan hingga keseluruhan bangunan. Kecelakaan tersebut juga memakan korban jiwa sehingga menjadi sorotan semua pihak. Berkaca dari kecelakaan-kecelakaaan yang terjadi bagaimana para konsultan dapat mematuhi dan memahami hukum tersebut (Undang-Undang no 10 tahun 1999-UU Jasa Konstruksi) akan sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan.

Jasa konstruksi  merupakan salah satu  rangkaian dalam proses pembangunan. Secara umum jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pengerjaan konstruksi, layanan jasa pengerjaan konstruksi dan layanan jasa pengawasan konstruksi. Melibatkan pihak penyedia dan pengguna jasa. Pihak penyedi dapat berupa perseorangan, berkelompok, maupun badan usaha baik yang diabeli badan hukum ataupun bukan badan usaha. Bentuk pihak penyedia juga memiliki batasan masing – masing, pada penyedia perseorangan hanya dapat melakukan pekerjaan  konstruksi yang beresiko kecil dengan biaya minim dan teknologi yang sederhana saja, sedangkan pada pekerjaan konstruksi yang beresiko besar, memiliki biaya besar dan teknologi tinggi hanya dilakukan olehbadan usaha yang berbentuk perseroan terbatas.

Disamping peran masyarakat jasa konstruksi pemerintah juga memiliki peran dalam penyelenggaraan suatu jasa konstruksi, yaitu melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Pengaturan yang dimaksud dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan standar-standar teknis. Sedangkan pemberdayaan dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi. Selanjutnya, mengenai pengawasan, dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan ini dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi. Pembinaan jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

Pembinaan jasa konstruksi terhadap masyarakat dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman akan peran strategis jasa konstruksi dalam pembangunan nasional, kesadaran akan hak dan kewajiban guna mewujudkan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan. Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi terhadap masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah dengan cara :
a.  memberikan penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan jasa konstruksi;
b.  memberikan informasi tentang ketentuan keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat;
c. meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap kewajiban pemenuhan tertib penyelenggaraan konstruksi dan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi;
d.  memberikan kemudahan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan untuk turut serta mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan dan keselamatan umum.

·         Tata Laksana Pembinaan
(1) Pelaksanaan pembinaan terhadap penyedia jasa, pengguna jasa, dan masyarakat oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 11 dapat dilakukan bersama-sama dengan Lembaga.
(2) Dalam hal Lembaga Daerah belum terbentuk, maka pembinaan jasa konstruksi diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bersama Lembaga Nasional.

Pasal 13
(1) Dalam rangka pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi, unit kerja yang ditunjuk oleh Menteri, unit kerja yang ditunjuk oleh Gubernur, unit kerja yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota, dan Lembaga bertugas :
a. menyusun rencana dan program pelaksanaan pembinaan;
b. melaksanakan pembinaan;
c. melakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi;
d. menyusun laporan pertanggungjawaban.
(2) Rencana dan program pembinaan jasa konstruksi disusun dengan memperhatikan masukan dari masyarakat.
(3) Pemantauan (monitoring) dan evaluasi hasil pembinaan jasa konstruksi dilakukan secara berkala, dan merupakan masukan bagi penyusunan rencana pembinaan.
(4) Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi diatur sebagai berikut :
a.  Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Menteri disampaikan kepada Menteri;
b. Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Gubernur disampaikan kepada Gubernur dan Menteri;
c. Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Bupati/Walikota disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri.

Posted on 04.10 by Teknik

No comments